Jumat, 21 September 2012

Hati-hati!! Mawar itu berduri

Bunga mawar tidak seperti bunga lainnya. Ia memang nyaris sempurna, semerbak harumnya, warna-warninya yang cerah, apalagi bentuk kelopaknya kala merekah. 

 

Namun ia berduri, bukan untuk melukai, tapi Allah tetapkan duri itu padanya untuk menjaga dirinya. Siapa saja yang mendekat dengan tidak berhati-hati bisa terluka. Namun sekali lagi, itu bukan kehendaknya.

 

Mawar tidak tahu dan tidak berkuasa atas itu.Tapi itu adalah ketetapan Allah sebagai mekanisme pertahanan diri padanya. Maka berhati-hatilah jika ingin memetiknya, jika Anda tidak ingin mendapat bekas luka. Dan mawar pun tidak ingin membuat siapapun terluka. 

 

Jika Anda sudah terlanjur terluka karena durinya, tunggulah sampai luka itu sembuh. Kemudian pertimbangkan lagi. Memetik mawar itu sulit. Masih banyak bunga lainnya yang tidak kalah indah, dan yang penting tidak berduri. Anda bisa memetiknya tanpa resiko terluka. Namun jika Anda tetap menginginkan mawar itu, belajarlah dari pengalaman. Berhati-hatilah. Jangan sampai Anda terluka untuk yang kedua kalinya namun tetap tidak mendapatkannya.

Kita Harus Membayar Mahal untuk Sesuatu yang Istimewa

Ujian. Dengan segala bentuknya, pasti masing-masing kita pernah melaluinya bukan? Ujian, dalam bentuk apapun bertujuan sama,  untuk mengevaluasi diri kita, uji kelaikan kualitas diri apakah kita telah siap dan berhak menjejak tingkatan yang lebih tinggi. Masih ingat tidak rasanya ketika sedang menjalani ujian? Ayo kita putar kembali dan visualisasikan dalam pikiran, hadirkan kembali sensasi deg-degan yang datang kala musim ujian datang.

Harapan untuk lulus dan mendapatkan hasil terbaik seperti yang diinginkan, membuat kita termotivasi untuk melakukan upaya terbaik. Nah, di tahap ini manusia biasanya terbagi dua, golongan kiri dan golongan kanan. Golongan kiri rela untuk seharian di rumah dan bergadang sampai malam untuk menyiapkan strategi sukses ujiannya : menulis di secarik kertas yang sudah dimodifikasi sedemikan rupa sehingga diprediksi bakal lolos sensor pengawas ujian. Dengan font terkecil yang ia bisa, ia akan menuliskan prediksi jawaban dari A-Z pada kertas tersebut. Di daerah kami, teknik ini biasa dikenal dengan istilah kopekologi.

Sedangkan golongan kanan, selalu menginginkan hasil terbaik dengan cara dan proses yang terbaik pula, dengan memaksimalkan ikhtiar dan do'a. Biasanya mereka adalah orang yang anti putus asa dan akan berikhtiar hingga mencapai titik maksimal yang ia bisa, kemudian mereka akan berharap dan menyerahkan hasilnya kepada Sang Hakim, Allah SWT. Ada rasa cemas dan gelisah, ada juga keyakinan dan harapan di sela-sela penantian hasilnya, namun tetap memasrahkan sepenuhnya pada Allah. Dan yakin, apapun yang Allah putuskan adalah yang terbaik bagi dirinya.

Begitu juga ujian dalam keimanan. Allah akan menguji kita di setiap fase kehidupan. Ujian dan cobaan Ia berikan sebagai indikator bahwa kualitas diri dan iman kita cukup baik dan siap untuk naik ke jenjang selanjutnya. Ujiannya tentu saja tidak mudah, materi yang diuji biasanya tentang kesabaran, keberanian, keyakinan dan kebergantungan pada Allah. Nah, dalam hal ini manusia juga terbagi dua, golongan kiri dan golongan kanan. Golongan kiri cenderung menghindari ujian dan rela untuk berada di posisi nyamannya yang sekarang, mereka mudah putus asa dan tidak berani menghadapi tantangan. "Gak usah neko-neko lah, yang lurus-lurus aja dalam beragama ini.." begitu biasanya mereka beralibi.

Golongan kanan, mereka adalah para pemberani. Selama berada dalam niat yang benar, selama berada dalam niat untuk beribadah kepada Allah, mereka akan menomorduakan ketakutan dan kecemasan mereka. Asy-syaja'ah (keberanian) mereka berasal dari kebergantungan pada Allah dan keyakinan akan janji-Nya. Ketika dilanda badai ujian, mereka tidak akan cengeng dan berkata "Ya Allah, masalahku sangat besar", namun dengan tegar mereka akan berkata "Wahai masalah, ALLAH MAHA BESAR".

Besarnya ujian yang datang berbanding lurus dengan kadar keimanan seseorang. Semakin tinggi tingkatan keimanan seseorang, maka tentu saja ujiannya menyesuaikan pada tingkat yang serupa. Karenanya kita tidak boleh berkaca pada orang lain, sebagaimana harimau tidak boleh bercermin pada seekor kucing. Beda. "Kenapa yang lain mudah dalam hal ini, sementara aku, banyak sekali rintangan yang harus kulalui?" Terkadang secara tidak sengaja akan muncul pertanyaan seperti ini, misalnya pada mereka para muslimah yang memutuskan untuk berjilbab. Ada yang melaluinya dengan biasa-biasa saja namun ada juga yang harus mengalami penentangan dalam keluarga atau lingkungan kerja, seperti yang dialami oleh Sandrina Malakiano - pembawa berita ternama dari sebuah stasiun TV swasta yang memutuskan keluar dari karir karena memilih mempertahankan jilbabnya.

Semakin tinggi ujian, tentu saja Allah akan mempersiapkan hikmah yang lebih indah ketika kita berhasil menjalaninya. Sebagai bocoran, Allah biasanya menguji kita di titik terlemah kita. Dan yakinlah kita tidak akan mungkin melaluinya tanpa pertolongan Allah. Tanpa Allah yang membersamai kita, sesungguhnya kita hanya makhluk lemah yang tidak berdaya.

Manusiawi ketika kadang kita merasa sesak dan sedih, merasa tidak sanggup, merasa putus asa, merasa sendiri. Seperti yang Allah gambarkan dalam Surah Al-Ma'arij "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, dst" Tanpa kita sadari sebenarnya itulah cara Allah untuk memanggil kita. Ketika merasa sedih, sendiri, nyaris putus asa, kepada siapa lagi kita mengadu dan menggantungkan harapan kecuali pada Allah. Inilah salah satu bentuk kasih sayang dan isyarat dari Allah, bahwa sesungguhnya Allah peduli pada kita, rindu pada kita, mungkin selama ini Allah menjadi prioritas ke sekian dalam hati kita, mungkin selama ini sudah terlalu jauh dari-Nya.

Tetaplah berharap pada Allah dan jangan putus asa. Tidak apa-apa jika tidak ada orang yang mendukung, asalkan Allah ada di pihak kita. Yakinlah Allah tidak akan berlaku zhalim pada hamba-Nya, asalkan niat di hati benar-benar ikhlas karena-Nya. Dan pada akhirnya yakinlah bahwa skenario Allah adalah yang terindah. Dibalik badai ada pelangi. Dibalik ujian yang berat itu, Allah pasti telah mempersiapkan "sesuatu" sebagai hadiah kelulusan bagi hamba-Nya yang istimewa. Untuk sesuatu yang istimewa, wajar bukan kalau kita harus membayar mahal? *bukan pake duit ya :)

#PHLB
#belajarnulis

Occlumency


Pernah dengar kata di atas? Bagi pembaca setia Harry Potter pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah ini. Sebelumnya maaf bagi yang tidak suka Harry Potter. Terkadang ada yang komplain dengan berbagai alasan miring jika ada akhwat yang menggemari novel ini. Saya perlu jelaskan, bahwa novel ini hanya fantasi dan fiktif, bukan untuk diyakini kebenarannya. Dan saya sendiri telah mengikuti sejak serinya yang pertama ketika duduk di kelas 3 Madrasah Tsanawiyah hingga menyelesaikan seri yang ketujuh di tahun kedua kuliah. Bukan apa-apa, saya hanya salut dengan daya imajinasi dan kemampuan mendeskripsikan cerita yang dimiliki penulisnya, membuat pembaca seolah-olah dapat memvisualisasikan dengan jelas di pikirannya apa yang terjadi pada setiap adegan cerita.  J.K Rowling - penulis Harry Potter - mampu menciptakan fantasi dunia lain, dengan kultur dan istilahnya sendiri. Hampir sama dengan J.R.R. Talkien yang menulis The Baggins dan Lord of The Rings, sedemikian lengkapnya Talkien menciptakan tokoh-tokoh fiktif dari rumpun bangsa yang fiktif pula, membuat latar di dunia "Middle Earth" yang antah-berantah, bahkan sebagai perangkat pelengkap Talkien menciptakan bahasa baru, yaitu bahasa bangsa Elf. Jadi, sekali lagi saya bukan mengangkat magic atau sihirnya ya.. Sihir adalah syirik yang masuk ke dalam dosa besar. Saya hanya mengambil manfaat dari gaya kepenulisannya.

Nah, kembali ke occlumency. Meminjam istilah yang ada di Harry Potter, occlumency adalah kemampuan menutup pikiran agar tidak dapat dibaca oleh orang lain. Untuk apa menutup pikiran? Untuk menutupi keadaan atau informasi yang sebenarnya. Di seri yang ke-5, Harry sering merasa sakit pada bekas luka di dahinya. Tanpa disadari ternyata pikirannya terkoneksi dengan Voldemort yang akan sangat berbahaya jika dibiarkan, karena kapan saja Voldemort dapat membaca dan mengendalikannya dari jauh, sehingga Harry diperintahkan untuk belajar occlumency pada Snape, guru super killer yang paling dihindarinya. Snape adalah orang yang paling mahir ber-occlumency. Saya sempat bingung tentang Snape, sebenarnya dia ada di pihak yang mana karena dia adalah mantan "Pelahap Maut" alias pengikut Voldemort namun sudah insaf. Sebagian besar mantan pelahap maut yang mengaku insaf hanya pura-pura, agar tidak dipenjara di Azkaban. Makanya saya tidak percaya pada Snape. Tapi ternyata dugaan saya salah, Snape adalah mata-mata Dumbledore yang paling setia dan pemberani. Dengan kemampuan occlumencynya ia dapat masuk ke dalam forum petinggi pelahap maut bahkan Voldemort sendiri percaya padanya. 

Occlumency, menutup pikiran agar tidak bisa terbaca orang lain. Tanpa disadari terkadang kita juga memiliki dan mempraktikkan kemampuan itu di dunia nyata. Seperti dalam lirik nasyid Maidany, "Dua wajah dalam satu tubuh" seperti itulah kira-kira. Menurut saya, sisi phlegmatic seseorang mengendalikan hal ini. Unsur phlegmatic selalu mampu meredam dan menyembunyikan emosi dalam diri. Ketika wajahnya tersenyum belum tentu hatinya tersenyum, begitu contoh mudahnya. Kemudian, unsur phlegmatic juga selalu mampu mengeksplorasi kondisi lingkungan maupun orang di sekitarnya dengan indra pendengar dan penglihatannya, suka memperhatikan atau mendengarkan diam-diam dan tanpa disadari oleh orang lain. Jadilah ia mempunyai pustaka informasi di pikirannya tentang orang atau lingkungan tersebut. Dari itulah ia mampu memutuskan harus bagaimana bersikap jika harus berocclumency.

Bagaimana mengetahui bahwa seseorang sedang ber-occlumency? Nah, jika Anda bertemu langsung dengan seseorang yang Anda curigai sedang ber-occlumency, tatap matanya. Jika matanya menghindar maka memang betul ia sedang ber-occlumency. Orang yang menyembunyikan sesuatu cenderung menghindari tatapan wajah lawan bicaranya. Namun tips ini bisa jadi tidak berlaku bagi praktisi occlumency tingkat lanjut. Ia tahu bahwa menghindari tatapan bisa membuat kedoknya terbongkar, maka ia akan menantang tatapan lawan bicaranya seperti tidak terjadi apa-apa. Biasanya yang terakhir ini dilakukan oleh mereka yang menjalankan misi atau amanah tertentu yang sangat penting, misalnya mereka yang menjadi mata-mata atau informan bisnis dsb.

Bagaimana jika tidak bertatap muka langsung, misalnya melalui telepon atau media komunikasi lain, misalnya di jejaring media. Nah, untuk pembicaraan melalui telepon, kita bisa mencurigainya ketika menanyainya sesuatu misalnya dengan "kenapa" atau "lagi dimana" dsb, maka ia tidak serta merta menjawab, ada jeda waktu yang digunakan untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan tersebut. Biasa mereka menutupi jeda tersebut dengan "Hmm..." sebelum menjawab pertanyaan. Berbeda jika seseorang yang tidak menyembunyikan sesuatu maka ia akan refleks memberikan jawaban. Tapi tips ini hanya berlaku kepada orang-orang yang dari awal telah "suspect-occlumency" alias dicurigai dari gelagatnya yang tidak biasa.

Nah, yang agak susah mengenali orang yang ber-occlumency melalui jejaring sosial. Untuk yang satu ini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang sudah sangat mengenal dan memahami orang tersebut. Sebenarnya bisa ditandai dengan statusnya yang tidak sesuai dengan keadaannya pada saat itu. Misal begini, kita tahu bahwa suasana hatinya sedang sedih, namun dari statusnya yang kita baca berisi kata-kata ceria. Maka perlu kita curigai, karena ada ketidakcocokan antara suasana hati dan statusnya. Sebenarnya orang itu sedang menyembunyikan kesedihannya. Dan bahkan mungkin saja kesedihannya itu terlalu dalam, dan ia tidak ingin orang lain mengetahuinya, sehingga ia menutupi kesedihannya itu dengan status ceria.

Kemudian dari segmentasi praktisinya, saya perhatikan kalangan perempuan lebih sering menggunakan jurus ini. Pernah saya lihat di twitter kata-kata berikut : Yang paling tidak bisa dipercaya dari seorang perempuan adalah ketika ia mengatakan "Aku baik-baik saja" :D. Biasanya perempuan cenderung lebih suka memendam emosi dan perasaannya, dengan niat tidak ingin merepotkan orang lain. Padahal jauh dalam hatinya, tetap saja ia butuh bantuan dan dukungan. Jika tidak ada yang memahaminya, jadilah ia menanggung beban sendirian. Dan seceria apapun ia sebelumnya, perubahan akan tampak melalui bahasa tubuhnya. Mungkin ia tetap tampak ceria ketika bersama kita, namun ketika kita mendapatinya seorang diri dari kejauhan, ia akan tampak murung.

Bagaimana bisa memutuskan bahwa seseorang itu suspect-occlumency? Kuncinya adalah ta'aruf, tafahum, ta'awun, takaful ^.^

Moga bermanfaat :)
#DW #MWC #BelajarNulis


*Bonus : Lirik Nasyid Dua Wajah (Maidany)

Kawan mungkin engkau lihat ia selalu tersenyum padamu, Namun dibalik senyumnya ternyata ia menyimpan duka yang pilu
Kawan mungkin engkau lihat ia selalu bercanda padamu, Namun di balik riangnya ternyata ia menyimpan air mata sayu
Kita terkadang menyembunyikan perasaan kita, Ooo…yang sebenarnya pada manusia
Untuk menyimpan wajah hati kita yang sesungguhnya, Ooo…seperti dua wajah pada satu tubuh
Lihatlah lebih dekat saudara kita agar tidak menerka isi hatinya
Bila tiada dapat mennjadi teman baiknya jadilah saudara yang selalu mendo’akannya

Di Bawah Payung Ungu


Langkah pulangku terhalang hujan. Aku berdiri di depan sekat kaca sebuah apotek, sedikit bersandar padanya sambil menggenggam payung ungu yang masih kuncup. Beberapa orang di gedung sebelah yang bernasib sama menoleh padaku, seolah berkata "Kenapa tidak masuk saja? Di dalam kan masih ada cukup ruang, biar 'gak basah?" Aku acuh tak acuh pada mereka, mengalihkan pandanganku lurus ke depan, menatap hujan.
Hujan semakin deras sekali. Seperti ada yang menumpahkan jutaan liter air dari langit. Aku masih berdiri di depan sekat kaca sebuah apotek, mematung. Angin nakal memperhatikanku, memutar arah datang hujan tepat dari depan, membuat tempiasnya mengenai wajahku. Brrrr... Namun aku tetap tak bergeming, tak bergerak dari tempatku.

Secara fisik aku memang berada di depan apotek Kimia Farma, namun pikiranku melayang ke tempat lain : rumahku, setengah jam yang lalu.
"Pokoknya kalo nanti Maya dan Wulan datang, Mamak gak izinin kamu pigi sebelum makan!!" aku melongo saja melihat ibuku yang kesal padaku, pasalnya sejak buka puasa petang kemarin hingga siang tadi aku belum menyentuh nasi sebutir pun, hanya rujak yang kusantap dengan beberapa bakwan pada saat maghrib kemarin dan susu segelas penuh tadi pagi. Habis aku tidak tertarik, aku tidak lapar, lebih tepatnya tidak ada selera dan dorongan untuk makan sehingga tidak memicu lapar. Namun kekesalan ibu padaku sepertinya sudah memuncak, sehingga keluar ancaman pamungkasnya. Aku tidak ingin memperpanjang masalah. Dengan malas aku ngeloyor ke meja makan, mengambil sepiring nasi beserta pelengkapnya. "Nasi, haruskah aku memakanmu?" tanyaku dalam hati.

Setelah sukses makan siang, aku bersiap menggelar lapak untuk menyetrika pakaian ibu dan abangku yang kian menggunung. "Iya, jangan kemana-manalah hari ini, nyiapin setrikaan dulu" perintah ibuku. "Injeh, sendiko dawuh 'ndoro..." jawabku iseng menggoda ibu. Ibuku memang selalu suka kalau aku di rumah. Apalagi setelah 2 minggu kutinggal ke Medan. Dan sebenarnya kalau mau jujur ibu kurang suka dan cemburu kalau aku keluar rumah. Tiba-tiba aku menerima SMS dari salah seorang sahabatku, "Kami kesana ya...." katanya. Dan senyum pun hinggap di wajahku.

Aku beruntung mempunyai sahabat yang menjagaku seperti mereka berdua. Yang satunya kalem, rapi dan penyabar, yang satunya cekatan, 'gak sabaran, he he ^.^x. Aku tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari mereka. Mereka selalu tahu jika ada yang tidak beres denganku. Pernah suatu ketika aku mengalami kegundahan selama 6 bulan. Tidak ada yang menyadarinya selain mereka, aku tidak berkutik saat mereka menjebakku dengan semangkuk bakso dan menyuruhku kembali ke jalur yang benar. Untuk itu aku sangat berterima kasih pada mereka yang selalu mengawasi dan mendampingiku di masa-masa sulit.

Kehadiran mereka berdua ke rumahku selalu dimaknai dengan "penculikan" oleh keluargaku. Sehingga kedatangan mereka hari ini langsung diantisipasi oleh ibuku, "Ayo... tadi udah janji kan...." ucapnya. "Iya Mak, gak mau kemana-mana koq..." jawabku.
Sambil menyetrika aku mendengarkan celotehan mereka. "Wih, yang podasan rujaknya" seru Wulan sambil mengunyah rujak yang sengaja dibeli kak Maya di dekat kantornya. Kami pun tertawa. Pembahasan kami beralih ke tulisan yang ku unggah dini hari tadi dengan judul Occlumency. "Sini coba kulihat matamu" seru Wulan yang kubalas dengan tatapan mataku yang melotot. Sementara teman kami yang satunya iseng mencelupkan roti Ganda bermeses ke dalam bumbu rujak, "Kaya gini makannya boleh kan woy..???" tanyanya meminta persetujuan. "Ada-ada saja lah kakak ini" seru Wulan sambil menggelengkan kepala. Dan kami pun tertawa lagi.

Setelah proyek setrikaan rampung, tanpa menyadari cuaca yang kian menghitam, ibu menyuruhku membeli obat di apotek. Aku sih senang-senang aja, apalagi kedua sahabatku itu menawarkan diri untuk menemaniku. "Horeee... jalan-jalan naik becak.. Lagi.. bersama trio jawa setelah seharian di rumah.." seruku dalam hati.

Bertiga kami menunggu angkutan favorit kami, berlindung dari rintik gerimis yang mulai jatuh di bawah cabang pohon seri di depan jalan. Saat rintik gerimis berubah menjadi titik hujan, belum ada satupun becak kosong yang menghampiri. Aku segera berlari ke rumah, mengambil payung ungu kenang-kenangan dari sebuah bank syariah tempatku dulu mencari nafkah. Ketika berbalik hujan semakin deras. Dan kami bertiga merapat untuk berlindung di bawah lindungan payung. Akhirnya kami mendapatkan becak kosong. Kusuruh mereka pulang karena sudah hujan, apalagi Wulan sedari tadi sudah mengkhawatirkan kakeknya yang sendiri di rumah. "Ayo... naik!!" seru Wulan. "Ayo... bisa ini bertiga... ada tempat duduknya di depan.." kak Maya menimpali. "Udah... pulang sana, aku sendiri aja.. Nanti kakekmu merepet.." jawabku. "Udaaaah... Ayoook!!!" Wulan memaksaku untuk naik. Sambil bertukar senyum satu sama lain, aku pun naik. Ya, kami selalu suka keliling kota dengan berbecak ria, bertiga.

Namun kini aku sendirian menunggu hujan. Menurut informasi, Apoteker yang ingin kutemui setengah jam lagi baru datang sehingga aku meminta kedua sahabatku untuk pulang duluan. Setelah hampir satu jam menunggu penjaga apotek berkata padaku "Kalau hujan deras gini biasanya kakak itu habis maghrib baru datang kak...". Aku menarik nafas panjang dan memutuskan untuk pulang dan kembali besok. Namun langkahku pulang masih terhalang hujan. Seorang dokter yang baru tiba berlari dengan membawa payung yang terbalik dibuat angin, jadi seperti parabola TV. Dengan terburu-buru ia berusaha memperbaiki posisi payungnya yang rusak, namun ia menyerah dan masuk ke dalam apotek, disambut dengan tawa oleh perawat dan penjaga apotek yang melihatnya. Aku pun tersenyum lucu melihatnya.

Sebenarnya ada ide muncul di kepalaku, "Udah lama gak mandi ujan, jalan aja ah...". Baru selangkah nyaliku ciut ketika kilat menyambar disertai suara gemuruh yang menggelegar, sontak membuatku berta'awuz dan mengurungkan niatku. Jadilah aku kembali ke tempatku semula. Hawa dingin mulai menjalari kakiku yang basah. Tapi mau gimana lagi, aku harus menunggu hujan mereda. Tiba-tiba aku teringat nasihat seseorang, jika hujan berdo'alah, karena saat hujan adalah termasuk waktu yang maqbul untuk berdo'a. Segera kupanjatkan macam-macam do'a dalam hatiku, teristimewa buat kedua sahabatku yang sudah menemaniku hari ini. Dan tentu do'a buatku sendiri. Sambil mengamati air yang mengalir, aku mendapatkan sebuah kesimpulan "Biarlah mengalir seperti air..." gumamku.

Setelah lebih dari setengah jam berdiri, otot kakiku mulai protes karena terlalu lama berkontraksi. Langit pun sepertinya belum puas menumpahkan hujan, tidak ada tanda-tanda hujan mereda. Maka kuputuskan untuk menerobos hujan, mencari becak yang kosong, pulang.

*Bonus Track : "Hujan Turun" Sheila on 7

waktu hujan turun
di sudut gelap hatiku
begitu derasnya
...
Inuyasha