Jumat, 21 September 2012

Kita Harus Membayar Mahal untuk Sesuatu yang Istimewa

Ujian. Dengan segala bentuknya, pasti masing-masing kita pernah melaluinya bukan? Ujian, dalam bentuk apapun bertujuan sama,  untuk mengevaluasi diri kita, uji kelaikan kualitas diri apakah kita telah siap dan berhak menjejak tingkatan yang lebih tinggi. Masih ingat tidak rasanya ketika sedang menjalani ujian? Ayo kita putar kembali dan visualisasikan dalam pikiran, hadirkan kembali sensasi deg-degan yang datang kala musim ujian datang.

Harapan untuk lulus dan mendapatkan hasil terbaik seperti yang diinginkan, membuat kita termotivasi untuk melakukan upaya terbaik. Nah, di tahap ini manusia biasanya terbagi dua, golongan kiri dan golongan kanan. Golongan kiri rela untuk seharian di rumah dan bergadang sampai malam untuk menyiapkan strategi sukses ujiannya : menulis di secarik kertas yang sudah dimodifikasi sedemikan rupa sehingga diprediksi bakal lolos sensor pengawas ujian. Dengan font terkecil yang ia bisa, ia akan menuliskan prediksi jawaban dari A-Z pada kertas tersebut. Di daerah kami, teknik ini biasa dikenal dengan istilah kopekologi.

Sedangkan golongan kanan, selalu menginginkan hasil terbaik dengan cara dan proses yang terbaik pula, dengan memaksimalkan ikhtiar dan do'a. Biasanya mereka adalah orang yang anti putus asa dan akan berikhtiar hingga mencapai titik maksimal yang ia bisa, kemudian mereka akan berharap dan menyerahkan hasilnya kepada Sang Hakim, Allah SWT. Ada rasa cemas dan gelisah, ada juga keyakinan dan harapan di sela-sela penantian hasilnya, namun tetap memasrahkan sepenuhnya pada Allah. Dan yakin, apapun yang Allah putuskan adalah yang terbaik bagi dirinya.

Begitu juga ujian dalam keimanan. Allah akan menguji kita di setiap fase kehidupan. Ujian dan cobaan Ia berikan sebagai indikator bahwa kualitas diri dan iman kita cukup baik dan siap untuk naik ke jenjang selanjutnya. Ujiannya tentu saja tidak mudah, materi yang diuji biasanya tentang kesabaran, keberanian, keyakinan dan kebergantungan pada Allah. Nah, dalam hal ini manusia juga terbagi dua, golongan kiri dan golongan kanan. Golongan kiri cenderung menghindari ujian dan rela untuk berada di posisi nyamannya yang sekarang, mereka mudah putus asa dan tidak berani menghadapi tantangan. "Gak usah neko-neko lah, yang lurus-lurus aja dalam beragama ini.." begitu biasanya mereka beralibi.

Golongan kanan, mereka adalah para pemberani. Selama berada dalam niat yang benar, selama berada dalam niat untuk beribadah kepada Allah, mereka akan menomorduakan ketakutan dan kecemasan mereka. Asy-syaja'ah (keberanian) mereka berasal dari kebergantungan pada Allah dan keyakinan akan janji-Nya. Ketika dilanda badai ujian, mereka tidak akan cengeng dan berkata "Ya Allah, masalahku sangat besar", namun dengan tegar mereka akan berkata "Wahai masalah, ALLAH MAHA BESAR".

Besarnya ujian yang datang berbanding lurus dengan kadar keimanan seseorang. Semakin tinggi tingkatan keimanan seseorang, maka tentu saja ujiannya menyesuaikan pada tingkat yang serupa. Karenanya kita tidak boleh berkaca pada orang lain, sebagaimana harimau tidak boleh bercermin pada seekor kucing. Beda. "Kenapa yang lain mudah dalam hal ini, sementara aku, banyak sekali rintangan yang harus kulalui?" Terkadang secara tidak sengaja akan muncul pertanyaan seperti ini, misalnya pada mereka para muslimah yang memutuskan untuk berjilbab. Ada yang melaluinya dengan biasa-biasa saja namun ada juga yang harus mengalami penentangan dalam keluarga atau lingkungan kerja, seperti yang dialami oleh Sandrina Malakiano - pembawa berita ternama dari sebuah stasiun TV swasta yang memutuskan keluar dari karir karena memilih mempertahankan jilbabnya.

Semakin tinggi ujian, tentu saja Allah akan mempersiapkan hikmah yang lebih indah ketika kita berhasil menjalaninya. Sebagai bocoran, Allah biasanya menguji kita di titik terlemah kita. Dan yakinlah kita tidak akan mungkin melaluinya tanpa pertolongan Allah. Tanpa Allah yang membersamai kita, sesungguhnya kita hanya makhluk lemah yang tidak berdaya.

Manusiawi ketika kadang kita merasa sesak dan sedih, merasa tidak sanggup, merasa putus asa, merasa sendiri. Seperti yang Allah gambarkan dalam Surah Al-Ma'arij "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, dst" Tanpa kita sadari sebenarnya itulah cara Allah untuk memanggil kita. Ketika merasa sedih, sendiri, nyaris putus asa, kepada siapa lagi kita mengadu dan menggantungkan harapan kecuali pada Allah. Inilah salah satu bentuk kasih sayang dan isyarat dari Allah, bahwa sesungguhnya Allah peduli pada kita, rindu pada kita, mungkin selama ini Allah menjadi prioritas ke sekian dalam hati kita, mungkin selama ini sudah terlalu jauh dari-Nya.

Tetaplah berharap pada Allah dan jangan putus asa. Tidak apa-apa jika tidak ada orang yang mendukung, asalkan Allah ada di pihak kita. Yakinlah Allah tidak akan berlaku zhalim pada hamba-Nya, asalkan niat di hati benar-benar ikhlas karena-Nya. Dan pada akhirnya yakinlah bahwa skenario Allah adalah yang terindah. Dibalik badai ada pelangi. Dibalik ujian yang berat itu, Allah pasti telah mempersiapkan "sesuatu" sebagai hadiah kelulusan bagi hamba-Nya yang istimewa. Untuk sesuatu yang istimewa, wajar bukan kalau kita harus membayar mahal? *bukan pake duit ya :)

#PHLB
#belajarnulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Inuyasha