Kamis, 11 Oktober 2012

Menunggu(mu)...


"Aku tahu, jodohku tidak akan tertukar, akan datang di saat yang tepat, sesuai dengan iman di hati, karenanya aku tenang." Ya, awalnya aku memang tenang, namun seiring berjalannya waktu, lingkungan sekitar mulai menularkan rasa gelisah padaku.

Entahlah, mengapa semuanya tiba-tiba kompak, mulai dari yang hanya iseng mencecarku dengan "Kapan lagi?" hingga berbaik hati menawarkan teman, tetangga atau sanak famili.

Mulai dari teman kerja, mereka masing-masing menawarkan seorang calon padaku. "Si Fulan itu rajin sholat, udah punya usaha Ponsel sendiri, 'gak pernah dekat sama cewek, nanti lah Abang kenalkan kau samanya ya" kata seorang temanku dan aku tidak tahu harus menjawab apa selain dengan tersenyum, lebih tepatnya meringis.

"Eh, ada nasabahku ibu Fulanah, anaknya ada yang dokter lagi nyari istri, orangnya berjubah-jubah gitu, orang Jawa. Nanti ikut ya silaturahim kita ke rumah ibu itu, rasaku cocok lah nanti kalian tu" tawaran temanku yang lain, lagi-lagi hanya bisa kubalas dengan senyum dan menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

Tidak cukup dengan menawarkan calon dari mereka sendiri, tanpa pernah dikomando, beberapa teman kerjaku juga meminta bantuan dari nasabah yang datang, mulai dari ustadz sampai pengusaha kakap untuk mencarikanku jodoh. Pernah suatu malam setelah melalui hari yang melelahkan, ada panggilan dari nomor tak dikenal, entah siapa namanya, beliau mengaku sebagai saudara ustadz Fulan, nasabah yang kukenal dekat. "Boleh kenalan?" katanya. Sebenarnya enggan, namun mengingat ustadz Fulan aku berusaha untuk diplomatis dan mengarahkan pembicaraan agar segera berakhir. Setelah ditutup, aku lupa siapa namanya tadi yang menelepon namun nomornya tetap kusimpan dengan nama X. Keesokan harinya aku lembur hingga malam saat nama si X muncul di ponselku yang berdering. "EGP" jawabku pada ponsel yang kubiarkan terus berdering. Sehari, dua hari, tiga hari, dan si X pun lenyap.

Pernah juga rekan kerja yang tinggal tidak jauh dari rumahku menawarkan seseorang "Dia guru PNS, orangnya ulet, selain ngajar dia punya usaha lagi, baik orangnya, sholatnya 'gak pernah tinggal, dia mau kenalan, boleh datang ya ke rumah?" dan karena sedang malas kujawab saja seenaknya "Iya? Yodah suruh dia ke rumah!!" jawabku ketus, sebenarnya aku hanya bercanda. Malamnya dengan baik hati rekan kerjaku itu mengantarkan si Fulan ke rumah. "Dek, ini ada temannya datang" panggil abangku. Teman?? Aku 'gak kenal tuh. Namun setelah dijelaskan bahwa beliau adalah orang yang dimaksud rekan kerjaku, aku terkejut dan bingung, "Lah, betulan ya??" kataku dalam hati. Dan akupun langsung meminta abang dan ibuku untuk menemaniku di ruang tamu. Setelah itu, beliau mengerti arti sikapku dan mundur tertatur.

Dan beberapa kejadian lainnya. Dari sekian kasus, maka teman-teman menuduhku sebagai orang yang "pemilih". "Jadi orang yang gimana yang kau mau Dek? Kriterianya apa aja? Jangan terlalu pemilih dah.." dan lagi-lagi aku hanya diam, tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. 

Sebenarnya, aku sama sekali bukan "pemilih" seperti yang mereka anggap. Kriteriaku juga hanya satu, tidak macam-macam. Sayangnya yang mereka tawarkan itu tidak ada yang memenuhi kriteria tersebut. Dan pernah ada tekad dalam diri, jika suatu hari nanti ada yang datang dan memenuhi satu kriteria itu, aku tidak akan menolak.

Bukan materi, bukan status sosial, bukan pangkat, bukan gelar, bukan ningrat atau tidak keluarganya. Bukan!! 

Aku adalah satu di antara sekian ratus ribu yang sedang menunggu. Terkadang kami mencoba realistis dan menyiapkan kemungkinan terburuk jika "mereka" yang kami tunggu tidak kunjung hadir, dengan berat hati bersiap untuk menerima kehadiran orang lain, walaupun terkadang memilih orang lain ini beresiko terhadap masa depan kami. Ya, karena perempuan tidak sama dengan laki-laki. Perempuan sholihah dimanapun wajib untuk patuh terhadap suaminya kelak bukan? 

Mereka yang kami tunggu mungkin tidak pernah tahu, sudah berapa orang di luar sana yang menawarkan "niat suci" itu pada kami. Mereka tentu saja bukan orang yang asal, mereka yang berani pada kami adalah mereka yang berakhlak baik dengan kesholihan yang baik pula. Kadang kala mendekati sempurna dengan kemapanan materi juga latar belakang keluarga yang berada. Namun sekali lagi, kami mencoba untuk bersabar, mungkin sebentar lagi, tidak akan lama lagi mereka yang kami tunggu akan datang. Dan mungkin mereka yang kami tunggu tidak pernah tahu bagaimana perasaan bersalah kami ketika mengatakan "Maaf" kepada orang baik-baik yang datang melamar.

Terkadang aku heran, apa yang menghalangi mereka sehingga kami harus menunggu lama. Padahal yang aku tahu, perempuan seperti kami bukanlah perempuan manja yang harus hidup mewah dan serba ada. Kami bukan tipe perempuan yang suka menuntut dan mendikte, kami sudah dipersiapkan sejak awal untuk taat pada mereka apapun kondisinya selama tidak menyalahi Allah dan Rasul-Nya. Kami juga sadar Superman hanya ada di film, kami tidak mengharap mereka sempurna. Kami hanya mengharapkan agar mereka bisa menjadi sahabat bagi kami untuk saling memperbaiki dan saling menguatkan untuk tetap istiqomah dalam mencapai tujuan akhir kami : ridho dan jannah-Nya. Tidak muluk-muluk bukan?

Lantas apa ya yang memberatkan? Mahar? Aku yakin perempuan sepertiku ingin menjadi sebaik-baik wanita dengan meminta mahar yang tidak memberatkan. Hantaran, seserahan, peningset atau apalah itu namanya, kami paham itu tidak ada dalam syariat. Dan jika itu yang memberatkan, sebagai putri di keluarga kami punya kemampuan lobi dan diplomasi yang bisa diandalkan untuk meringankan bahkan meniadakan  itu semua. "Belum punya apa-apa". Sekali lagi kami tidak menuntut harta, kami bukan perempuan cengeng yang suka mengeluh, kami insya Allah akan selalu mensyukuri mereka, setia menerima dan mendampingi apapun kondisinya.

Lantas, apa ya? Mungkin mereka tidak pernah paham betapa tidak sampai hati dan bagaimana rasanya terus-terusan berkata "tidak" dan "maaf". Atau, haruskah kami berlapang dada, mulai mempertimbangkan untuk membuka kesempatan bagi yang lainnya?

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anh, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tiga orang yang akan selalu diberi pertolongan oleh Allah adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, seorang penulis yang selalu memberi penawar, dan seorang yang menikah untuk menjaga kehormatannya.” (HR. Thabrani)

Dalam hadits lain dalam derajat shahih, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Tiga golongan orang yang pasti mendapat pertolongan Allah, yaitu budak mukatab yang bermaksud untuk melunasi perjanjiannya, orang yang menikah dengan maksud memelihara kehormatannya, dan orang yang berjihad di jalan Allah.” (HR Turmudzi, An Nasa’i, Al Hakim dan Daruquthni).

Jumat, 21 September 2012

Hati-hati!! Mawar itu berduri

Bunga mawar tidak seperti bunga lainnya. Ia memang nyaris sempurna, semerbak harumnya, warna-warninya yang cerah, apalagi bentuk kelopaknya kala merekah. 

 

Namun ia berduri, bukan untuk melukai, tapi Allah tetapkan duri itu padanya untuk menjaga dirinya. Siapa saja yang mendekat dengan tidak berhati-hati bisa terluka. Namun sekali lagi, itu bukan kehendaknya.

 

Mawar tidak tahu dan tidak berkuasa atas itu.Tapi itu adalah ketetapan Allah sebagai mekanisme pertahanan diri padanya. Maka berhati-hatilah jika ingin memetiknya, jika Anda tidak ingin mendapat bekas luka. Dan mawar pun tidak ingin membuat siapapun terluka. 

 

Jika Anda sudah terlanjur terluka karena durinya, tunggulah sampai luka itu sembuh. Kemudian pertimbangkan lagi. Memetik mawar itu sulit. Masih banyak bunga lainnya yang tidak kalah indah, dan yang penting tidak berduri. Anda bisa memetiknya tanpa resiko terluka. Namun jika Anda tetap menginginkan mawar itu, belajarlah dari pengalaman. Berhati-hatilah. Jangan sampai Anda terluka untuk yang kedua kalinya namun tetap tidak mendapatkannya.

Kita Harus Membayar Mahal untuk Sesuatu yang Istimewa

Ujian. Dengan segala bentuknya, pasti masing-masing kita pernah melaluinya bukan? Ujian, dalam bentuk apapun bertujuan sama,  untuk mengevaluasi diri kita, uji kelaikan kualitas diri apakah kita telah siap dan berhak menjejak tingkatan yang lebih tinggi. Masih ingat tidak rasanya ketika sedang menjalani ujian? Ayo kita putar kembali dan visualisasikan dalam pikiran, hadirkan kembali sensasi deg-degan yang datang kala musim ujian datang.

Harapan untuk lulus dan mendapatkan hasil terbaik seperti yang diinginkan, membuat kita termotivasi untuk melakukan upaya terbaik. Nah, di tahap ini manusia biasanya terbagi dua, golongan kiri dan golongan kanan. Golongan kiri rela untuk seharian di rumah dan bergadang sampai malam untuk menyiapkan strategi sukses ujiannya : menulis di secarik kertas yang sudah dimodifikasi sedemikan rupa sehingga diprediksi bakal lolos sensor pengawas ujian. Dengan font terkecil yang ia bisa, ia akan menuliskan prediksi jawaban dari A-Z pada kertas tersebut. Di daerah kami, teknik ini biasa dikenal dengan istilah kopekologi.

Sedangkan golongan kanan, selalu menginginkan hasil terbaik dengan cara dan proses yang terbaik pula, dengan memaksimalkan ikhtiar dan do'a. Biasanya mereka adalah orang yang anti putus asa dan akan berikhtiar hingga mencapai titik maksimal yang ia bisa, kemudian mereka akan berharap dan menyerahkan hasilnya kepada Sang Hakim, Allah SWT. Ada rasa cemas dan gelisah, ada juga keyakinan dan harapan di sela-sela penantian hasilnya, namun tetap memasrahkan sepenuhnya pada Allah. Dan yakin, apapun yang Allah putuskan adalah yang terbaik bagi dirinya.

Begitu juga ujian dalam keimanan. Allah akan menguji kita di setiap fase kehidupan. Ujian dan cobaan Ia berikan sebagai indikator bahwa kualitas diri dan iman kita cukup baik dan siap untuk naik ke jenjang selanjutnya. Ujiannya tentu saja tidak mudah, materi yang diuji biasanya tentang kesabaran, keberanian, keyakinan dan kebergantungan pada Allah. Nah, dalam hal ini manusia juga terbagi dua, golongan kiri dan golongan kanan. Golongan kiri cenderung menghindari ujian dan rela untuk berada di posisi nyamannya yang sekarang, mereka mudah putus asa dan tidak berani menghadapi tantangan. "Gak usah neko-neko lah, yang lurus-lurus aja dalam beragama ini.." begitu biasanya mereka beralibi.

Golongan kanan, mereka adalah para pemberani. Selama berada dalam niat yang benar, selama berada dalam niat untuk beribadah kepada Allah, mereka akan menomorduakan ketakutan dan kecemasan mereka. Asy-syaja'ah (keberanian) mereka berasal dari kebergantungan pada Allah dan keyakinan akan janji-Nya. Ketika dilanda badai ujian, mereka tidak akan cengeng dan berkata "Ya Allah, masalahku sangat besar", namun dengan tegar mereka akan berkata "Wahai masalah, ALLAH MAHA BESAR".

Besarnya ujian yang datang berbanding lurus dengan kadar keimanan seseorang. Semakin tinggi tingkatan keimanan seseorang, maka tentu saja ujiannya menyesuaikan pada tingkat yang serupa. Karenanya kita tidak boleh berkaca pada orang lain, sebagaimana harimau tidak boleh bercermin pada seekor kucing. Beda. "Kenapa yang lain mudah dalam hal ini, sementara aku, banyak sekali rintangan yang harus kulalui?" Terkadang secara tidak sengaja akan muncul pertanyaan seperti ini, misalnya pada mereka para muslimah yang memutuskan untuk berjilbab. Ada yang melaluinya dengan biasa-biasa saja namun ada juga yang harus mengalami penentangan dalam keluarga atau lingkungan kerja, seperti yang dialami oleh Sandrina Malakiano - pembawa berita ternama dari sebuah stasiun TV swasta yang memutuskan keluar dari karir karena memilih mempertahankan jilbabnya.

Semakin tinggi ujian, tentu saja Allah akan mempersiapkan hikmah yang lebih indah ketika kita berhasil menjalaninya. Sebagai bocoran, Allah biasanya menguji kita di titik terlemah kita. Dan yakinlah kita tidak akan mungkin melaluinya tanpa pertolongan Allah. Tanpa Allah yang membersamai kita, sesungguhnya kita hanya makhluk lemah yang tidak berdaya.

Manusiawi ketika kadang kita merasa sesak dan sedih, merasa tidak sanggup, merasa putus asa, merasa sendiri. Seperti yang Allah gambarkan dalam Surah Al-Ma'arij "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, dst" Tanpa kita sadari sebenarnya itulah cara Allah untuk memanggil kita. Ketika merasa sedih, sendiri, nyaris putus asa, kepada siapa lagi kita mengadu dan menggantungkan harapan kecuali pada Allah. Inilah salah satu bentuk kasih sayang dan isyarat dari Allah, bahwa sesungguhnya Allah peduli pada kita, rindu pada kita, mungkin selama ini Allah menjadi prioritas ke sekian dalam hati kita, mungkin selama ini sudah terlalu jauh dari-Nya.

Tetaplah berharap pada Allah dan jangan putus asa. Tidak apa-apa jika tidak ada orang yang mendukung, asalkan Allah ada di pihak kita. Yakinlah Allah tidak akan berlaku zhalim pada hamba-Nya, asalkan niat di hati benar-benar ikhlas karena-Nya. Dan pada akhirnya yakinlah bahwa skenario Allah adalah yang terindah. Dibalik badai ada pelangi. Dibalik ujian yang berat itu, Allah pasti telah mempersiapkan "sesuatu" sebagai hadiah kelulusan bagi hamba-Nya yang istimewa. Untuk sesuatu yang istimewa, wajar bukan kalau kita harus membayar mahal? *bukan pake duit ya :)

#PHLB
#belajarnulis

Occlumency


Pernah dengar kata di atas? Bagi pembaca setia Harry Potter pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah ini. Sebelumnya maaf bagi yang tidak suka Harry Potter. Terkadang ada yang komplain dengan berbagai alasan miring jika ada akhwat yang menggemari novel ini. Saya perlu jelaskan, bahwa novel ini hanya fantasi dan fiktif, bukan untuk diyakini kebenarannya. Dan saya sendiri telah mengikuti sejak serinya yang pertama ketika duduk di kelas 3 Madrasah Tsanawiyah hingga menyelesaikan seri yang ketujuh di tahun kedua kuliah. Bukan apa-apa, saya hanya salut dengan daya imajinasi dan kemampuan mendeskripsikan cerita yang dimiliki penulisnya, membuat pembaca seolah-olah dapat memvisualisasikan dengan jelas di pikirannya apa yang terjadi pada setiap adegan cerita.  J.K Rowling - penulis Harry Potter - mampu menciptakan fantasi dunia lain, dengan kultur dan istilahnya sendiri. Hampir sama dengan J.R.R. Talkien yang menulis The Baggins dan Lord of The Rings, sedemikian lengkapnya Talkien menciptakan tokoh-tokoh fiktif dari rumpun bangsa yang fiktif pula, membuat latar di dunia "Middle Earth" yang antah-berantah, bahkan sebagai perangkat pelengkap Talkien menciptakan bahasa baru, yaitu bahasa bangsa Elf. Jadi, sekali lagi saya bukan mengangkat magic atau sihirnya ya.. Sihir adalah syirik yang masuk ke dalam dosa besar. Saya hanya mengambil manfaat dari gaya kepenulisannya.

Nah, kembali ke occlumency. Meminjam istilah yang ada di Harry Potter, occlumency adalah kemampuan menutup pikiran agar tidak dapat dibaca oleh orang lain. Untuk apa menutup pikiran? Untuk menutupi keadaan atau informasi yang sebenarnya. Di seri yang ke-5, Harry sering merasa sakit pada bekas luka di dahinya. Tanpa disadari ternyata pikirannya terkoneksi dengan Voldemort yang akan sangat berbahaya jika dibiarkan, karena kapan saja Voldemort dapat membaca dan mengendalikannya dari jauh, sehingga Harry diperintahkan untuk belajar occlumency pada Snape, guru super killer yang paling dihindarinya. Snape adalah orang yang paling mahir ber-occlumency. Saya sempat bingung tentang Snape, sebenarnya dia ada di pihak yang mana karena dia adalah mantan "Pelahap Maut" alias pengikut Voldemort namun sudah insaf. Sebagian besar mantan pelahap maut yang mengaku insaf hanya pura-pura, agar tidak dipenjara di Azkaban. Makanya saya tidak percaya pada Snape. Tapi ternyata dugaan saya salah, Snape adalah mata-mata Dumbledore yang paling setia dan pemberani. Dengan kemampuan occlumencynya ia dapat masuk ke dalam forum petinggi pelahap maut bahkan Voldemort sendiri percaya padanya. 

Occlumency, menutup pikiran agar tidak bisa terbaca orang lain. Tanpa disadari terkadang kita juga memiliki dan mempraktikkan kemampuan itu di dunia nyata. Seperti dalam lirik nasyid Maidany, "Dua wajah dalam satu tubuh" seperti itulah kira-kira. Menurut saya, sisi phlegmatic seseorang mengendalikan hal ini. Unsur phlegmatic selalu mampu meredam dan menyembunyikan emosi dalam diri. Ketika wajahnya tersenyum belum tentu hatinya tersenyum, begitu contoh mudahnya. Kemudian, unsur phlegmatic juga selalu mampu mengeksplorasi kondisi lingkungan maupun orang di sekitarnya dengan indra pendengar dan penglihatannya, suka memperhatikan atau mendengarkan diam-diam dan tanpa disadari oleh orang lain. Jadilah ia mempunyai pustaka informasi di pikirannya tentang orang atau lingkungan tersebut. Dari itulah ia mampu memutuskan harus bagaimana bersikap jika harus berocclumency.

Bagaimana mengetahui bahwa seseorang sedang ber-occlumency? Nah, jika Anda bertemu langsung dengan seseorang yang Anda curigai sedang ber-occlumency, tatap matanya. Jika matanya menghindar maka memang betul ia sedang ber-occlumency. Orang yang menyembunyikan sesuatu cenderung menghindari tatapan wajah lawan bicaranya. Namun tips ini bisa jadi tidak berlaku bagi praktisi occlumency tingkat lanjut. Ia tahu bahwa menghindari tatapan bisa membuat kedoknya terbongkar, maka ia akan menantang tatapan lawan bicaranya seperti tidak terjadi apa-apa. Biasanya yang terakhir ini dilakukan oleh mereka yang menjalankan misi atau amanah tertentu yang sangat penting, misalnya mereka yang menjadi mata-mata atau informan bisnis dsb.

Bagaimana jika tidak bertatap muka langsung, misalnya melalui telepon atau media komunikasi lain, misalnya di jejaring media. Nah, untuk pembicaraan melalui telepon, kita bisa mencurigainya ketika menanyainya sesuatu misalnya dengan "kenapa" atau "lagi dimana" dsb, maka ia tidak serta merta menjawab, ada jeda waktu yang digunakan untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan tersebut. Biasa mereka menutupi jeda tersebut dengan "Hmm..." sebelum menjawab pertanyaan. Berbeda jika seseorang yang tidak menyembunyikan sesuatu maka ia akan refleks memberikan jawaban. Tapi tips ini hanya berlaku kepada orang-orang yang dari awal telah "suspect-occlumency" alias dicurigai dari gelagatnya yang tidak biasa.

Nah, yang agak susah mengenali orang yang ber-occlumency melalui jejaring sosial. Untuk yang satu ini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang sudah sangat mengenal dan memahami orang tersebut. Sebenarnya bisa ditandai dengan statusnya yang tidak sesuai dengan keadaannya pada saat itu. Misal begini, kita tahu bahwa suasana hatinya sedang sedih, namun dari statusnya yang kita baca berisi kata-kata ceria. Maka perlu kita curigai, karena ada ketidakcocokan antara suasana hati dan statusnya. Sebenarnya orang itu sedang menyembunyikan kesedihannya. Dan bahkan mungkin saja kesedihannya itu terlalu dalam, dan ia tidak ingin orang lain mengetahuinya, sehingga ia menutupi kesedihannya itu dengan status ceria.

Kemudian dari segmentasi praktisinya, saya perhatikan kalangan perempuan lebih sering menggunakan jurus ini. Pernah saya lihat di twitter kata-kata berikut : Yang paling tidak bisa dipercaya dari seorang perempuan adalah ketika ia mengatakan "Aku baik-baik saja" :D. Biasanya perempuan cenderung lebih suka memendam emosi dan perasaannya, dengan niat tidak ingin merepotkan orang lain. Padahal jauh dalam hatinya, tetap saja ia butuh bantuan dan dukungan. Jika tidak ada yang memahaminya, jadilah ia menanggung beban sendirian. Dan seceria apapun ia sebelumnya, perubahan akan tampak melalui bahasa tubuhnya. Mungkin ia tetap tampak ceria ketika bersama kita, namun ketika kita mendapatinya seorang diri dari kejauhan, ia akan tampak murung.

Bagaimana bisa memutuskan bahwa seseorang itu suspect-occlumency? Kuncinya adalah ta'aruf, tafahum, ta'awun, takaful ^.^

Moga bermanfaat :)
#DW #MWC #BelajarNulis


*Bonus : Lirik Nasyid Dua Wajah (Maidany)

Kawan mungkin engkau lihat ia selalu tersenyum padamu, Namun dibalik senyumnya ternyata ia menyimpan duka yang pilu
Kawan mungkin engkau lihat ia selalu bercanda padamu, Namun di balik riangnya ternyata ia menyimpan air mata sayu
Kita terkadang menyembunyikan perasaan kita, Ooo…yang sebenarnya pada manusia
Untuk menyimpan wajah hati kita yang sesungguhnya, Ooo…seperti dua wajah pada satu tubuh
Lihatlah lebih dekat saudara kita agar tidak menerka isi hatinya
Bila tiada dapat mennjadi teman baiknya jadilah saudara yang selalu mendo’akannya

Di Bawah Payung Ungu


Langkah pulangku terhalang hujan. Aku berdiri di depan sekat kaca sebuah apotek, sedikit bersandar padanya sambil menggenggam payung ungu yang masih kuncup. Beberapa orang di gedung sebelah yang bernasib sama menoleh padaku, seolah berkata "Kenapa tidak masuk saja? Di dalam kan masih ada cukup ruang, biar 'gak basah?" Aku acuh tak acuh pada mereka, mengalihkan pandanganku lurus ke depan, menatap hujan.
Hujan semakin deras sekali. Seperti ada yang menumpahkan jutaan liter air dari langit. Aku masih berdiri di depan sekat kaca sebuah apotek, mematung. Angin nakal memperhatikanku, memutar arah datang hujan tepat dari depan, membuat tempiasnya mengenai wajahku. Brrrr... Namun aku tetap tak bergeming, tak bergerak dari tempatku.

Secara fisik aku memang berada di depan apotek Kimia Farma, namun pikiranku melayang ke tempat lain : rumahku, setengah jam yang lalu.
"Pokoknya kalo nanti Maya dan Wulan datang, Mamak gak izinin kamu pigi sebelum makan!!" aku melongo saja melihat ibuku yang kesal padaku, pasalnya sejak buka puasa petang kemarin hingga siang tadi aku belum menyentuh nasi sebutir pun, hanya rujak yang kusantap dengan beberapa bakwan pada saat maghrib kemarin dan susu segelas penuh tadi pagi. Habis aku tidak tertarik, aku tidak lapar, lebih tepatnya tidak ada selera dan dorongan untuk makan sehingga tidak memicu lapar. Namun kekesalan ibu padaku sepertinya sudah memuncak, sehingga keluar ancaman pamungkasnya. Aku tidak ingin memperpanjang masalah. Dengan malas aku ngeloyor ke meja makan, mengambil sepiring nasi beserta pelengkapnya. "Nasi, haruskah aku memakanmu?" tanyaku dalam hati.

Setelah sukses makan siang, aku bersiap menggelar lapak untuk menyetrika pakaian ibu dan abangku yang kian menggunung. "Iya, jangan kemana-manalah hari ini, nyiapin setrikaan dulu" perintah ibuku. "Injeh, sendiko dawuh 'ndoro..." jawabku iseng menggoda ibu. Ibuku memang selalu suka kalau aku di rumah. Apalagi setelah 2 minggu kutinggal ke Medan. Dan sebenarnya kalau mau jujur ibu kurang suka dan cemburu kalau aku keluar rumah. Tiba-tiba aku menerima SMS dari salah seorang sahabatku, "Kami kesana ya...." katanya. Dan senyum pun hinggap di wajahku.

Aku beruntung mempunyai sahabat yang menjagaku seperti mereka berdua. Yang satunya kalem, rapi dan penyabar, yang satunya cekatan, 'gak sabaran, he he ^.^x. Aku tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari mereka. Mereka selalu tahu jika ada yang tidak beres denganku. Pernah suatu ketika aku mengalami kegundahan selama 6 bulan. Tidak ada yang menyadarinya selain mereka, aku tidak berkutik saat mereka menjebakku dengan semangkuk bakso dan menyuruhku kembali ke jalur yang benar. Untuk itu aku sangat berterima kasih pada mereka yang selalu mengawasi dan mendampingiku di masa-masa sulit.

Kehadiran mereka berdua ke rumahku selalu dimaknai dengan "penculikan" oleh keluargaku. Sehingga kedatangan mereka hari ini langsung diantisipasi oleh ibuku, "Ayo... tadi udah janji kan...." ucapnya. "Iya Mak, gak mau kemana-mana koq..." jawabku.
Sambil menyetrika aku mendengarkan celotehan mereka. "Wih, yang podasan rujaknya" seru Wulan sambil mengunyah rujak yang sengaja dibeli kak Maya di dekat kantornya. Kami pun tertawa. Pembahasan kami beralih ke tulisan yang ku unggah dini hari tadi dengan judul Occlumency. "Sini coba kulihat matamu" seru Wulan yang kubalas dengan tatapan mataku yang melotot. Sementara teman kami yang satunya iseng mencelupkan roti Ganda bermeses ke dalam bumbu rujak, "Kaya gini makannya boleh kan woy..???" tanyanya meminta persetujuan. "Ada-ada saja lah kakak ini" seru Wulan sambil menggelengkan kepala. Dan kami pun tertawa lagi.

Setelah proyek setrikaan rampung, tanpa menyadari cuaca yang kian menghitam, ibu menyuruhku membeli obat di apotek. Aku sih senang-senang aja, apalagi kedua sahabatku itu menawarkan diri untuk menemaniku. "Horeee... jalan-jalan naik becak.. Lagi.. bersama trio jawa setelah seharian di rumah.." seruku dalam hati.

Bertiga kami menunggu angkutan favorit kami, berlindung dari rintik gerimis yang mulai jatuh di bawah cabang pohon seri di depan jalan. Saat rintik gerimis berubah menjadi titik hujan, belum ada satupun becak kosong yang menghampiri. Aku segera berlari ke rumah, mengambil payung ungu kenang-kenangan dari sebuah bank syariah tempatku dulu mencari nafkah. Ketika berbalik hujan semakin deras. Dan kami bertiga merapat untuk berlindung di bawah lindungan payung. Akhirnya kami mendapatkan becak kosong. Kusuruh mereka pulang karena sudah hujan, apalagi Wulan sedari tadi sudah mengkhawatirkan kakeknya yang sendiri di rumah. "Ayo... naik!!" seru Wulan. "Ayo... bisa ini bertiga... ada tempat duduknya di depan.." kak Maya menimpali. "Udah... pulang sana, aku sendiri aja.. Nanti kakekmu merepet.." jawabku. "Udaaaah... Ayoook!!!" Wulan memaksaku untuk naik. Sambil bertukar senyum satu sama lain, aku pun naik. Ya, kami selalu suka keliling kota dengan berbecak ria, bertiga.

Namun kini aku sendirian menunggu hujan. Menurut informasi, Apoteker yang ingin kutemui setengah jam lagi baru datang sehingga aku meminta kedua sahabatku untuk pulang duluan. Setelah hampir satu jam menunggu penjaga apotek berkata padaku "Kalau hujan deras gini biasanya kakak itu habis maghrib baru datang kak...". Aku menarik nafas panjang dan memutuskan untuk pulang dan kembali besok. Namun langkahku pulang masih terhalang hujan. Seorang dokter yang baru tiba berlari dengan membawa payung yang terbalik dibuat angin, jadi seperti parabola TV. Dengan terburu-buru ia berusaha memperbaiki posisi payungnya yang rusak, namun ia menyerah dan masuk ke dalam apotek, disambut dengan tawa oleh perawat dan penjaga apotek yang melihatnya. Aku pun tersenyum lucu melihatnya.

Sebenarnya ada ide muncul di kepalaku, "Udah lama gak mandi ujan, jalan aja ah...". Baru selangkah nyaliku ciut ketika kilat menyambar disertai suara gemuruh yang menggelegar, sontak membuatku berta'awuz dan mengurungkan niatku. Jadilah aku kembali ke tempatku semula. Hawa dingin mulai menjalari kakiku yang basah. Tapi mau gimana lagi, aku harus menunggu hujan mereda. Tiba-tiba aku teringat nasihat seseorang, jika hujan berdo'alah, karena saat hujan adalah termasuk waktu yang maqbul untuk berdo'a. Segera kupanjatkan macam-macam do'a dalam hatiku, teristimewa buat kedua sahabatku yang sudah menemaniku hari ini. Dan tentu do'a buatku sendiri. Sambil mengamati air yang mengalir, aku mendapatkan sebuah kesimpulan "Biarlah mengalir seperti air..." gumamku.

Setelah lebih dari setengah jam berdiri, otot kakiku mulai protes karena terlalu lama berkontraksi. Langit pun sepertinya belum puas menumpahkan hujan, tidak ada tanda-tanda hujan mereda. Maka kuputuskan untuk menerobos hujan, mencari becak yang kosong, pulang.

*Bonus Track : "Hujan Turun" Sheila on 7

waktu hujan turun
di sudut gelap hatiku
begitu derasnya
...

Sabtu, 23 Juni 2012

Perencanaan : Training Need Analysis

Menganalisa kebutuhan training bukan sekedar masalah menemukan apa yang dibutuhkan dan kemudian memenuhinya. Analisa Kebutuhan Identifikasi Training (Training Need Identify Analysis) atau lebih dikenal dengan sebutan TNIA atau TNA (Training Need Analysis) merupakan suatu metode yang sistematis untuk menemukan perbedaan antara kondisi kerja yang aktual (what is) dengan kondisi kerja yang diinginkan (what should do) di dalam suatu organisasi atau suatu tim kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Tafe, 1993).

Dalam TNA ini idealnya akan terjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti:
  • Apa latar belakang yang mendasari diadakannya training, misalnya untuk membekali peserta dengan skill tertentu yang dinilai penting pada saat itu. 
  • Output seperti apa yang diinginkan  setelah training.
  • Peserta berasal dari kalangan seperti apa dan berapa jumlahnya, hal ini berpengaruh pada penentuan metode yang tepat dalam training. Karena tidak sama metode training yang digunakan untuk mengelola orang dewasa dengan remaja misalnya.
  • Karakter dan budaya organisasi yang berlaku seperti apa.

Jumat, 22 Juni 2012

Tips Mendapatkan Perhatian Peserta Training


Dalam pelatihan, instruktur juga hendaknya mampu mengelola forum dengan penampilan yang memukau. Penampilan yang memukau dapat dilihat dari:

1.   Intonasi suara yang pas
    Instruktur membawakan materi yang dipresentasikan dengan suara yang jelas, artikulatif, dan dengan intonasi yang dinamis serta irama yang pas (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat).
2.   Body language
Instruktur melibatkan gerakan tubuhnya secara optimal. Ia akan menatap semua titik audiensnya dengan tatapan yang proporsional dan penuh percaya diri. Ia akan menggerakkan tangannya jika diperlukan untuk memberikan penekanan pada bagian tertentu presentasinya. Ia akan bergerak dan mengeksplor ke segenap sudut secara pas dan energik untuk memastikan semua peserta merasa terlibat dalam proses presentasi yang disampaikan.
3.  Teknik penyampaian materi
Dalam menyampaikan bahan presentasi dilakukan dengan runut atau sistematis, dan kemudian secara maksimal, diselipkan beragam ilustrasi, kisah atau anekdot untuk membangun antusiasme peserta. Penyampaian yang runut dan sistematis akan membuat peserta mudah mencerna apa yang disampaikan dan bergairah mendengarkan presentasi.
4.   Interaktivitas dengan peserta 
     Instruktur tidak larut dalam dunianya sendiri dan terus berbicara tanpa peduli dengan minat peserta, dengan membangun sebuah monolog satu arah yang tidak merangsang sebuah interaksi yang dialogis. Instruktur selalu memberikan jeda untuk mendorong para peserta agar mau berbagi pemikiran/gagasan.

Skill yang harus dimiliki Instruktur



Untuk menjadi seorang instruktur tentunya harus memiliki kompetensi khusus, baik kemampuan konseptual (kognisi), kemampuan teknis (psikomotor) maupun kemampuan moral (afektif). Hal ini diperlukan agar instruktur mampu:
  • Membuat peserta mendengarkan apa yang instruktur katakan (atau melihat apa yang instruktur tunjukkan kepada mereka).
  • Membuat peserta memahami apa yang mereka dengar atau lihat.
  • Membuat peserta menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau tidak menyetujui apa yang instruktur  katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar).
  • Membuat peserta mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud instruktur, dan maksud instruktur bisa mereka terima.
  • Memperoleh umpan balik dari peserta.

Selain itu, beberapa skill umum yang harus dimiliki seorang instruktur adalah:
1.       Mampu menyampaikan gagasan dalam bahasa  
        yang mudah dicerna
2.       Mampu menjadi pendengar yang baik
3.       Mampu memimpin dan memberikan motivasi
4.       Percaya diri namun tidak mendominasi
5.       Memiliki pengalaman dan mengerti masalah peserta
6.       Memiliki keinginan untuk belajar dari peserta
7.       Memiliki keinginan untuk membangun kemampuan secara individu
8.       Komitmen pada gender dan peluang yang sama
9.       Mendorong rasa percaya diri peserta
10.    Mendorong peserta untuk aktif

Inuyasha